Karena kuliah adalah salah satu prioritasku maka ada rasa yang kurang bila meninggalkan waktu kuliah meski sehari (versi anak baik budi wkwk). Dan demi hal itu, misi selanjutnya adalah mendapatkan restu perihal menggenapkan pertemuan mata kuliahku dengan dosen-dosen yang bersangkutan.
Jujur saja, ada beberapa dosen yang membuatku mati kutu saat meminta izin dihadapannya. Bukan karena tidak bisa menjelaskan maksud kedatanganku menjumpainya. Namun karena respon yang dia berikan seolah-olah melumpuhkan langkah kakiku yang sudah bersemangat sekali menuju ruangannya. Bahkan saat tahu bahwa dirinya ada diruangan, Aku masih sempat loncat-loncat karena saking kegirangannya. Huh dasar wanita, kontrol diri ya haha.
Ada satu kata yang paling kuingat dari salah satu dosen yang Aku jumpai. Bukan kata-kata bijak. Tapi kata-kata yang berhasil membuat pikiranku buyar setelah keluar dari ruangannya. Katanya begini, "Kenapa kamu sendiri yang menyusahkan dirimu, Nak?". Lalu Aku tak menjawab apapun. Karena Aku pikir sepandai apapun Aku 'mengkarenakannya', itu tidak membuat dirinya mau menerima jawabanku. Sebab baginya, posisiku tetaplah mahasiswa yang tugasnya kuliah (belajar).
Setelah dari situ, Aku hampir meragukan apa yang sudah Allah kasih padaku yakni berupa hasil kelulusan kemarin. Dan sampai larut malam pun, Aku selalu kepikiran dengan kalimat yang tadi siang kudengar dari dosenku.
"Mungkin kah pilihanku ini salah?"
"Mungkin kah Aku yang memang sengaja menyusahkan diriku?"
"Mungkin kah kalimat-kalimat 'semangat' dari beberapa orang sebelum Aku dinyatakan lulus saat itu hanyalah alibi belaka?"
"Mungkin kah ini semua permainan?"
"Mungkin kah Aku yang memang sengaja menyusahkan diriku?"
"Mungkin kah kalimat-kalimat 'semangat' dari beberapa orang sebelum Aku dinyatakan lulus saat itu hanyalah alibi belaka?"
"Mungkin kah ini semua permainan?"
Mulailah pikiran negatif menguasai malam-malamku yang memang penuh dengan rasa khawatir saat itu. Namun kutanamkan satu hal dalam hatiku bahwa bila semua ini sudah Allah rencanakan, pastilah itu yang terbaik. Sejak itu, Aku mulai berhenti menyalahkan diriku soal kalimat dari orang lain yang terkadang menampar habis-habisan semangatku. Ya, Aku hentikan semua itu atas dasar Aku percaya Allah Maha Baik.
Bukan cuma soal satu kalimat dari dosen yang membuatku berpikir tiap saat, namun juga penantian yang sebenarnya jadi satu hal paling kubenci tapi harus tetap Aku lakukan. Aku menunggu dosenku berjam-jam untuk meminta restu terkait KKN Tematik.
Saat menunggu dosen keluar dari kelas lain |
Celingak-celinguk didepan kelas orang lain sampai menjelang malam, menggerutu tidak jelas, menyimak kalimat sesi penutupan kelas yang diucapkannya seperti "Mari Kita Tutup Kelas Kita Hari Ini Dengan Melafalkan Hamdalah", sampai kepada membututinya dari belakang demi tak kehilangan jejaknya hahaha. Dan pada akhirnya, dia fine-fine saja dengan kabar yang kubawa. Bahkan sempat berpesan agar baik-baik di tempat KKN nanti. Ah ya, dari sana Aku memahami bahwa tampang sangar seseorang tidak berbanding lurus dengan sikapnya.
Hal unik lainnya kudapatkan saat meminta izin kepada kedua orang tua. Lebih dulu Aku bilang ke emak karena waktunya sudah tepat. Respon emak bagus sekali bahkan sampai bertanya panjang lebar mengenai kenapa Aku ikut KKN lebih awal padahal Aku sudah pernah bilang ke emak bahwa UIN SU akan KKN regular saat libur kuliah semester.
Kujelaskan satu persatu sampai emak mengeluarkan satu kalimat. "Iya, diizinkan. Tapi bilang dulu ke Ayah". Hmmm jantungku semakin deg-degan sebab Aku takut Ayah tak bagi izin anak perempuannya ini untuk pergi sebulan ke kampung orang. Tiba lah malam hari, kulihat ayah tidak terlalu sibuk. Maka aku buka bicara.
(Beginilah kira-kira percakapan singkat kami didepan televisi saat tayang acara kesukaan ayah yaitu 'Indonesia Lawyers Club')
"Yah, Aku lulus KKN Tematik di Samosir"
"Dimananya itu?"
"Di Desa Tuk Tuk Siadong Yah"
"Kok jauh kali. Katanya KKN ga jauh-jauh lagi. Ini kok dah sampai ke Danau Toba segala kalian?"
"Karena memang udah itu Yah programnya. Tempatnya memang udah diterapkan dari sana"
. . .
Dan sampai kepada kalimat ayah yang berhasil membuat hatiku berbunga-bunga.
"Yaudah baik-baik nanti disana Yah. Pande-pande jaga diri. Selalu minta temani sama kawannya. Jangan kemana-mana sendirian. Jaga kesehatannya, makannya, dan siapkan barang-barang yang diperlukan untuk kesana. Jangan lasak-lasak", kata Ayah.
"Yaudah baik-baik nanti disana Yah. Pande-pande jaga diri. Selalu minta temani sama kawannya. Jangan kemana-mana sendirian. Jaga kesehatannya, makannya, dan siapkan barang-barang yang diperlukan untuk kesana. Jangan lasak-lasak", kata Ayah.
Akhirnya, satu persatu kekhawatiran itu beres juga.
Syaf, percaya lah. Selama kamu mau mengusahakan dan terus berdoa, tidak ada yang tidak mungkin bahkan soal kekhawatiran terbesarmu sekali pun.
Bersambung
Komentar